Partai Politik

Sejarah Partai Politik
Masa penjajahan Belanda
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial menyerupai Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler menyerupai Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam tubuh ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada perjuangan untuk mengadakan adonan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibuat KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan adonan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil AĆ¢€laa Indonesia) yang merupakan adonan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan adonan organisasi buruh.
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada perjuangan untuk mengadakan adonan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas yakni merupakan partai politik - partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.

Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi), yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

Masa pasca proklamasi kemerdekaan

Beberapa bulan sehabis proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada tumpuan sistem banyak partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 hingga 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, lantaran partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak sanggup berjalan baik. Partai politik tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak sanggup melaksanakan aktivitas kerjanya. Sebagai hasilnya pembangunan tidak sanggup berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada dikala ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI final September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai sanggup bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini yakni munculnya organisasi kekuatan politik kafe yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2014 nanti.
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melaksanakan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 wacana Partai Politik.

Partai Politik Menurut Para Ahli
Menurut Carl J. Friedrich: Partai politik yakni "sekelompok insan yang terorganisir secara stabi dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuuasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memperlihatkan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil" (A political party is a group of human beings, stably organized with the oh jective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advan tages).
Menurut R.H. Soltau: "Partai politik yakni sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu ke- dengan memanfaatkan kekuasaannya un satuan politik dan yang bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kecerdikan umum mereka" (A group of citizens more or Les, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out t general policies).
Menurut Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi sebagai berikut: "Partai politik yakni organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk          menguasai kekuasaan pemerintahan Berta merebut pemberian rakyat atas dear persaingan dengan suatu golongan atau golongan golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda" (A political par ty is the articulate organization of society's active political agent. those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group or groups holding divergent views).

Fungsi Partai Politik
Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi:
Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu kiprah dari partai politik yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas. pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas menyerupai bunyi di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan "penggabungan kepentingan" (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan "perumusan kepentingan" (interest articulation).
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai. Partai politik selanjutnya merumuskannya sebagai undangan kebijaksanaan. Usul kecerdikan ini dimasukkan dalam aktivitas partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah biar dijadikan kecerdikan umum (public policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Di lain fihak partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi serta obrolan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, di mana partai politik memainkan peranan sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa idee-idee ("clearing house of ideas"). Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.

Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh perilaku dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana is berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanakkanak hingga dewasa.
Dalam kekerabatan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam perjuangan menguasai pemerintahan me. lalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh pemberian seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha membuat "image" bahwa is memperjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi insan yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Di negara-negara gres partai-partai politik juga berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi nasional.

Partai politik sebagai sarana recruitment politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di massa mendatang akan .mengganti pimpinan usang (selection of leadership).

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management).
Dalam suasana dcmokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika hingga tcrjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya. Dalam praktek politik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut di atas tidak dilaksanakan menyerupai yang diharapkan. Misalnya infor. masi yang diberikan justru menjadikan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat; yang dikejar bukan kepentingan nasionale akan tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akhir pcngkotakan politik; atau konflik tidak diselesaikan, akan tempi malaban dipertajam.

Klasifikasi Partai
Klasifikasi ptirtai sanggup dilakukan dengan pelbagal Cara. Bila dilihat dari segi kumposisi clan fungsi keanggotaannya. secara umum sanggup dibagi dalam dua jenis yaitu partai massa dan partai leader. Partai massa mengutamakan kekuatan herdasarkan keunggulan  anggota; oleh lantaran itu is biasanva terdiri dari pendukung-pendukung dari aneka macam fatwa politik dalam masyarakat yang setuju untuk hernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu aktivitas yang biasanya luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai massa ialah bahwa masing-masing fatwa atau kelompok yang bernaung di bawah partai massa cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-masing, terutama pada saat-saat krisis. sehingga persatuan dalam partai sanggup menjadi lemah atau hilang same sekali sehingga salah satu golongan mernisahkan diri dan mendirikan partai bat Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjagi kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mcngadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.

Sistim  partai tunggal
Ada sementara sarjana yang beropini bahwa istilah sistim partai-tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (contradictio in terminis) alasannya yakni berdasarkan pandangan ini suatu sistim selalu mengandung lebih dari satu unsur. Namun demikian istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat dan pars sarjana. Istilah ini digunakan untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan mayoritas di antara beberapa partai lainnya. Dalam kategori tcrakhir terdapat banyak variasi.
Pola partai-tunggal terdapat di beberapa negara Afrika (Ghana di masa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Galling), Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian dinamakan non-kompetitif oleh eksekusi alam partai-partai yang ada harus mendapatkan pimpinan dari partai yang mayoritas dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecenderungan untuk mengambil pole sistim partai tunggal disebabkan lantaran di negara-negara gres pimpinan sexing dihadapkan dengan dilema bagaimana mengintegrasikan pelbagai golongan, tempat serta suku bangsa yang berbeda corak social dan pandangan hidupnya. Dikuatirkan bahwa bila keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan.

Sistim dwi-partai
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistim dwi-panai biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan mayoritas dari dua partai. Sedikit negara yang pads cukup umur ini mempunyai ciri-ciri sistim dwi-partai, kecuali Inggris, Amerika Serikat dan Filipina, dan oleh Maurice Duverger malahan dikatakan bahwa sistim ini yakni khas Anglo Saxon. Dalam sistim ini partai-partai dengan terperinci dibagi dalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan umum). Dengan demikian jelaslah di mana letaknya tanggungjawab mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi. Dalam sistim ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap kecerdikan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu-waktu sanggup bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut pemberian orang-orang yang ada di tengah dua partai dan -gang sering dinamakan pemilih terapung (floating vote).

Sistim multi-partai
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke berkembangnya sistim multi-partai. Di mana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa yakni kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primordial) tadi dalam satu wadah saja. Dianggap bahwa tumpuan multi-partai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik daripada tumpuan dwi-partai. Sistim multi-partai diketemukan di Indonesia, Malaysia, Negeri Belanda, Perancis, Swedia dan sebagainya.
Sistim multi-partai, apalagi jikalau digandengkan dengan sistim pemerintahan parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitik-beratkan kekuasaan pada DPR sehingga peranan tubuh direktur sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan Met lantaran tidak ada satu partai yang cukup berpengaruh untuk membentul suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalis dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yanj berkoalisi harus selalu mengadakan musyawarah dan kompromi de ngan partai-partai lainnya dan menghadapi kemungkinan bahwa se waktu-waktu pemberian dari partai koalisi lainnya sanggup ditani kembali.

Partai Politik di Indonesia
Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu se. mua organisasi, apakah beliau bertujuan social (seperti Budi Utomo dan Muhammadiah) ataukah terang-terangan menganut azas politik/agama (seperti Sarikat Islam dan Partai Katolik) atau azas politik/sekuler (seperti PNI dan PKI), memainkan peranan penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa ini memperlihatkan keanekaragaman, tumpuan mana diteruskan dalam masa merdeka dalam bentuk sistim multi-partai.

Dengan didirikannya Volksraad maka beberapa partai don organisasi bergerak melalui tubuh ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi dalam Volksraad, yakni Fraksi Nasional di bawah pimpinan Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-putra) di bawah pimpinan Prawoto dan "Indonesische Nationale Groep" di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar Volksraad ada perjuangan untuk mengadakan adonan dari nasional. Pada tahun partai-partai politik dan menjadikannya semacam dewar 1939 dibuat K.R.I. (Kor.ste Rakyat wakil        Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia, tang merupakan adonan dari partai-partai beraliran nasional), MIA (Majelisul Islamil a'laa Indonesia, yang merupakan adonan partai-partai beraliran Islam yang terbentuk pads tahun 193 7) dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia, yang merupakan adonan organ,salt buruh).

Dengan demikian kepartaian kembali ke tumpuan multi-partai yang telah dimulai dalam zaman kolonial. Banyaknya partai tidak meng untungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1955 membawa penyederhanaan dalam jumlah partai dalam arti bahwa dengan terperinci telah muncul empat partai besar, yakni Masyumi, PNI, NU den PKI. Akan tetapi partai-partai tetap tidak menyelenggarakan fungsinya sebagaimana yang diharapkan. Akhirnya, pada mesa Demokrasi Terpimpin partai-partai dipersempit ruang-geraknya.
Buat lebih berguna, kongsi:
close